Hari itu adalah hari raya idul fitri, Hari yang
sangat dinantikan oleh seluruh
umat Muslim, Karena hari itu dijadikan sebagai hari
kemenangan setelah menjalankan ibadah puasa selama sebulan
lamanya. Hari itu juga
adalah hari kebahagiaan bagi yang merayakannya, tawa dan
senyum tersebar dimana-dimana karena begitu gembiranya menyambut hari yang penuh kemenangan
itu. Dimana hari itu manusia kembali kepada kesucian. Begitu juga keluargaku
kami semua merasa senang dengan kehadiran hari itu, Hari yang
membuat keluarga kami kumpul. Kata maaf yang
terucap terasa menyertai hari itu dan juga sangat meramaiikan suasana,yang
muda meminta maaf kepada yang tuanbegitu juga sebaliknya, semua kebahagiaan terasa kami dapatkan semuanya. Aku yang merasakannya
juga ikut bahagia sekali, duduk diantara keluarga yang sederhana namun dipenuhi
canda dan tawa.
Namun, diantara senyum yang tersimpul dihari itu seakan hanya
sebuah senyum yang palsu buat kami sekeluarga, diantara senyum-senyum itu terselip sebuah
pedih yang amat dalam. Ya, sebuah sedih yang jauh tersimpan dihati tapi masih
bisa ditutupi dengan jerit tawa dan seulas senyum panjang. Tapi tak dapat
dipungkiri kepedihan
dan kesedihan hati masih terlihat
disudut mata yang berbinar-binar. Terutama aku, saat aku mau meminta
maaf kepada ibuku, kulihat tubuhnya yang terbaring disamping kiriku,
kutatapi raut mukanya yang penuh kebahagiaan, ingin rasanya ia
mengungkapkan rasa kebahagiaannya dihari itu seakan ia juga ingin
mengatakan bahwa ia juga sedang gembira. Namun, aku tau
disudut hatinya yang terdalam banyak menyimpan sebuah kekecewaan, sedikit
kecewa karena ia tak bisa memanjakan kami anak-anaknya dengan yang baru saat
lebaran datang, ia juga sedih pada saat itu ia tak bisa buat hari lebaran indah
dan dirasakan berbahagia seperti yang dirasakan orang banyak. Tapi aku tak
pernah merasa Ibu mengecewakan kami, aku tau Ibu adalah orang yang gigih
dalam bekerja. Ia selalu banting tulang setiap hari namun sayang sampai hari
yang berbahagia itu ia harus terbaring sakit ditempat tidur. Aku tak masalah
dengan tidak dibelikannya segala yang berbau baru saat hari itu. Memang dulu
sebelum hari lebaran datang ia pernah berjanji kepada kami, bahwa ia akan
belikan baju baru untuk kami. Tapi apa daya, ia hanya mampu berucap untuk kami,tapi jalan
hidup telah diatur oleh Allah. Apa yang dijanjikannya tak jadi
kenyataan saat itu juga. Padahal harapannya dulu begitu banyak
sekali untuk hari lebaran
saat ini, tapi
kenyataannya hanya ada air mata yang jatuh.
“Ibu? bibirku
pun perlahan berkata dengan mendekatkan
badanku. “aku minta maaf bila selama ini aku pernah berbuat salah kepada ibu,mungkin
aku sering bandel, bahkan aku juga sering bohong kepada ibu. Aku juga
minta maaf bila aku sering tak mendengarkan semua kata-kata ibu”.
Ibu
menggenggam tanganku erat,seakan ia akan mengatakan sesuatu untukku saat itu.
Kulihat dari sudut matanya, perlahan-lahan air matanya pun jatuh bersama tangisnya. Tetes demi
tetes air matanya mengalir membasahi pipinya. Aku semakin tak kuat menahan air
mataku hingga aku juga terlarut dalam tangisku. Lalu Ibu pun berkata
membalas ucapanku tadi.
“ semuanya sudah ibu maafkan, tapi ibu juga minta maaf, ibu tak bisa membuat kalian bahagia dengan pakaian
yang baru”.
Aku tertunduk menahan tangis ku, namun air mataku tak dapat
untuk kutahan
sejenak pun, air mata ku pun terus menetes.
Kata-kata ibu seakan mengingatkan ku akan sebuah kesadaran, bahwa apa yang kubuat selama
ini belum berarti buat keluargaku, aku masih terlalu manja dan aku juga terlalu mengandalkan
orang tuaku tanpa harus berusaha sendiri. Aku
semakin larut dalam sedihku, aku belum bisa mengerti apa yang terjadi saat itu,
tangis disudut hati dan air mata dipelipis alisku, tak dapat
kubedakan dengan tawa saat
itu karena hari itu adalah hari kebahagiaan. Aku semakin jauh meratapi
kesedihanku, ku kuatkan pegangan tanganku lalu aku pun mendekap
tubuh ibuku dan
ingin menyatakan lewat pelukan itu aku ingin membuat ia bahagia pada hari itu membuat ia bangga dengan aku anaknya. Sementara suasana pun menjadi hening, semua pun terdiam.
Kutatapkan kembali
mataku ke wajah ibuku, ibu yang penuh kasih
dan sayang, penuh ketulusan, penuh dengan senyumnya yang indah. Walau aku juga tau ia sedang
menyimpan begitu banyak kesedihan, ku perhatikan tatapan itu yang penuh arti.
Ibu ku adalah orang yang paling setia dalam dunia ini,setia saat kapanpun
masanya. Lalu kudekati ibuku dengan perlahan,kuambil tangannya lalu kucium.
“ibu, doa tulus
ibu hari ini, sudah cukup membuat hidupku bahagia. Sudah
cukup membuat aku lega, aku senang. Dan aku juga dapat merasakan apa yang orang rasakan pada hari ini.”
Ibuku lalu memeluk tubuhku kedua kalinya dengan
menangis terisak-isak, ibuku mendekapku erat sekali seakan-akan tubuhku begitu
ringan untuknya. Akupun tak bisa berkata apa lagi,hanya lewat air mata
kuungkapkan entah itu tangisku ataupun bahagiaku. Ibuku
semakin kencang mendekapku lalu berkata.
“Hari ini mungkin bagi
teman-temanmu adalah ahri yang bahagia, tapi begitu juga kamu seharusnya. Harus
tetap merasakan indahnya kebahgiaan hari ini.
Lalu kuusap rambut ibuku dan aku pun berkata. “Ibu, aku mengerti apa yang menjadi maksud ibu. Ibu jangan fikirkan
aku, aku hari ini merasa bahagia dengan dekat disamping ibu dan ayah. Aku bahagia
bersama doa-doa ibu, kata maaf ibu. Yang buat aku bahgia bukan pakaian baru ibu, tapi
aku bahagia karena melihat ibu tersenym. Aku bangga punya ibu, karena aku bisa merasakan bahagia sesungguhnya dihari-hariku ibu”.
Ibupun melepaskan pelukannya,kulihat dibelakangku adikku hanya tertunduk diam. Ia
memang tau yang sedang terjadi namun ia tak mengerti yang terjadi. Aku tau dia
kecewa, sedikit malu dengan teman-temannya karena tak pakai baju baru lebaran
ini. Kudekati adikku dan kubisikan bahwa baju baru lebaran hanya ada saat semua
orang sehat,dengan bisikan itu kuharapkan ia tau. Namun, ia malah berlari dan
kecewa . aku memang kasian dengan adikku melihat kepolosannya yang terlihat
dari sifatnya membuatku juga semakin ingin membahagiakannya walau aku tak tahu caranya.
Hanya Allah yang tau bagaimana perasaan kami saat hari itu, suka dan duka
bercampur menjadi satu. Tangis dan tawa menyatu satu waktu yang tak terpisah.
0 comments:
Posting Komentar