Handhira Production

Halaman


">Iklan Melayang

">

Selasa, 22 Desember 2015

Aku Mencintaimu Ibu

 “Dringngngng”
Tiba-tiba Hp ku berdering, aku langsung bergegas menuju meja ruang tamu dimana aku menyimpan Hp ku. Ku buka pesan yang baru saja masuk tersebut.
“No… kamu lama banget ni, kami sudah ngumpul dan barang pesanan kita sudah nyampai, malam ini kita pesta sampai pagi,” Pesan singkat dari temanku Aldy.
Aku langsung berkemas, aku hari itu menggunakan kemeja hitam dan celana jeans tak lupa juga jam tangan pemberian dari almarhum Ayahku dan jaket kulitku yang selalu menempel setiap hari menjadi penghangat setiap malam saat aku bergadang maupun lagi pesta bersama kawan-kawanku.
Tiba-tiba ibu menghampiriku dan bertanya.
“Reno, mau kemana kamu malam ini ? Tanya ibuku.
“Aku mau ngumpul dengan teman-teman di Warkop Bu,” jawabku singkat sambil mengikat tali sepatu.
“Reno..inikan bulan puasa, kamu beberapa hari ini tak puasa, malam nya juga kamu tidak terawih. Apa kamu lupa pesan Almarhum Ayahmu ?” Tanya Ibuku Sambil menoleh kewajahku.
Aku hanya terdiam sejenak, aku tak langsung menjawab kata-kata ibu itu.
“Bu, Reno cuma mau ngumpul aja, Masalah puasa dan terawih itu bu, kan masih ada esok. Bulan ramadhan ini masih panjang kok bu,” Jawabku kepada Ibuku.
Ibuku hanya menggelengkan kepala melihat sikapku saat itu, tanpa aku menunggu lama didepan pintu jemputanku pun datang. Dia Anto teman satu kompleks dengan rumahku, rumahnya juga tidak jauh dari rumahku.
“Bu, aku berangkat dulu,” kataku kepada ibu ku.
Kami pun langsung bergegas menuju tempat tujuan. Dalam perjalanan aku tak pernah berfikir rasa bersalah sedikitpun kepada ibuku. Aku pergi buru-buru  tak mencium tangannya. Saat itu aku memang lupa, tak seperti dulu lagi sebelum aku pergi aku selalu mencium tangannya dan selalu mengucapkan salam.
Tempat tujuan kami pun sampai, terlihat dari luar banyak motor yang sedang parkir. Suara didalam pun terdengar begitu ramai, aku dan Anto langsung masuk menuju ruangan tempat biasa kami berpesta.
“Hallo bro, “ Sapa Aldy kepadaku
“Hallo juga,” Kataku sambil bersalaman dengan gaya kami.
“Kemana aja kalian, jam segini baru sampai,” Tanya Aldy kepadaku.
“Biasa bro, jalan sini macet terus,” Jawabku singkat
Sementara teman-teman yang lain lagi sibuk menyiapkan minuman. Memang malam itu malam yang bagiku sangat indah dimana kami semua bisa kumpul. Mereka semua adalah teman-temanku waktu aku SMA dulu yang sekarang sudah banyak yang kerja dan mereka juga sekarang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Jadi kami ngumpul hanya waktu tertentu, kecuali kami berlima hampir setiap malam ketemu dan ngumpul bareng, ya dia adalah Aldy, Anto, Roy dan Anton.
Malam itu sudah menunjukkan pukul 22.00 kami masih saja minum dan memakai obat terlarang, karena kami anggap cara ini adalah cara yang tepat untuk mempererat pertemanan kami. Kami semua terlarut dalam rayuan dunia, masing-masing kami dengan caranya. Ada yang teler, ada yang muntah dan ada juga yang mabuk berat. Aku saat itu masih terkontrol, tapi mulutku masih saja mau minum hingga rasa mabuk beratpun kurasakan.
Malam itu aku tak pulang kerumah, karena aku mabuk berat. Begitu juga dengan Anto dia juga ikut mabuk berat bersama tiga temanku yang lain. Jam menunjukkan pukul 18.00 sore, pada saat itulah aku baru sadar dari mabuk semalaman. Kulihat disekelilingku, semua sudah pada sepi. Sampah kulit kacang dan botol-botol berserakan, begitu juga dengan obat dan jarum suntik, masih tergeletak diatas meja samping Aldy tidur.
“Astaga,” Kataku dalam hati sambil melihat jam ditangaku.
Aku lupa bahwa jam 15.00 sore tadi aku ada janji sama ibuku untuk menemankannya belanja kue untuk berbuka puasa. Ibu ku memang dari dari beberapa hari yang lalu ingin makan kue itu. Hanya saja aku bilang kalau aku tidak sempat menemankannya, dan aku janji pada hari ini aku akan menyempatkan diri untuk menemaninya, padahal ibuku dari hari ketiga puasa ia ingin sekali makan kue khas Melayu yang ada dijual daerah pasar tengah Singkawang. Entah apa yang membuat aku merasa bersalah saat itu, ingin ku pecahkan kepalaku Manahan emosiku.
“Anto, bangunlah antar aku pulang. Udah maghrib ni,” Kata ku membangunkan Anto sambil menggoyang badannya.
Namun, Anto tak juga terbangun dari mabuk nya, hingga aku harus pulang sendiri dengan jalan kaki. Ditengah perjalanan aku banyak bertemu dengan orang-orang yang mau pergi kemesjid, ada juga anak-anak yang sangat gembira berlari sambil bermain kembang api. Aku teringat dengan masa kecilku dulu, aku ingat waktu dulu aku selalu dimanjakan Ayahku,selalu dipenuhi apapun yang menjadi pintaku. Kakak-kakakku juga begitu, mereka selalu membantuku, mengajarkan aku sholat dan mengaji. Tapi kini, entah berapa kali ramadhan yang aku lupakan, aku tak pernah puasa, aku juga tak pernah ikut sholat tarawih. Aku setiap malamnya hanya senang-senang, dan menghabiskan uang beratus ribu hanya dengan sekejap, hanya untuk mabuk-mabukan.
Aku semakin terdesak, mataku tertuju pada satu orang lelaki tua yang menggunakan tongkat menuju masjid. Alangkah hina nya rasanya aku, aku selalu lupa dengan nikmat Tuhan, nikmat sehat yang kurasakan sekarang. Aku semakin memacu langkahku, ingin rasanya aku cepat sampai dirumahku.
Rasa capek. letih dan rasa mabuk masih kurasakan,tetapi aku terus berusaha untuk melawannya. Sesampai dirumah aku langsung mencari ibuku, ternyata ibuku juga tak ada, mungkin ibu sedang terawih fikirku dalam hati.
Aku bergegas menuju meja makan, aku melihat yang ada dimeja makan hanya ada segelas air putih dan juga ada satu buah pisang. Aku merasa iba sekali melihat hal itu, tak ku rasakan air mataku menetes sendiri melihat itu. Entah apa yang mengetuk hatiku.
“Ya Allah, Apa yang telah kuperbuat,” Bisikku dalam hati
Aku baru tau bahwa ibuku berbuka hanya dengan air putih dan pisang. Begitu teganya aku sebagai anak hingga lupa dengan ibuku. Aku memang benar rasa bersalah dan berdosa pada ibuku.
Tiba-tiba dari luar rumah ada yang mengucapkan salam.
“Assalamualaikum,” Kata seseorang dari luar
Aku langsung bergegas menuju kedepan pintu untuk membukakan pintu, ternyata ibu ku datang dari sholat. Aku langsung menangis melihat ibuku, tetesan air mataku tak dapat kutahan lagi. Aku menangis terisak didepan ibuku.
“Bu, aku minta maaf,” Kataku sambil menangis
Ibu hanya tersenyum mengangkat daguku sambil menatapi wajahku, sepertinya banyak yang ingin ia katakana kepadaku saat itu. Matanya yang menampakkan cahaya mulai berbinar-binar meneteskan air mata secara pelan-pelan. Tetes demi tetes air mata itu terkucur juga, air mata itu terus mengalir membasahi pelipis matanya dan air mata itu juga turun mengalir membasahi pipinya, suaranya bercampur dengan air matanya. Tangis nya baru pertama kali ini membasahi tanganku, aku memang tak pernah mendekap ibuku. Tangan ku dengan lembut mengusap dan menyapu air mata yang mengalir membasahi pipinya.
“Ibu, sudah maafin kamu No,” kata ibuku sambil menangis
“Ibu tak pernah menyimpan dendam sama kamu, ibu selau mendoakan kamu semoga kamu sadar akan tingkah lakumu. Ibu ikhlas setiap hari hanya sendiri, sedangkan kamu sibuk dan selalu berpesta dengan teman-temanmu. Dan ibu juga tau kamu sering mabuk dan memakai obat terlarang, namun ibu tak berani, ibu takut kamu marah. Ibu sayang sama kamu, Reno, “ Sambung Ibuku sambil menatap kewajahku.
“Bu, Maafkan Reno, ampuni Reno bu,” kataku sambil memeluk erat tubuh ibuku.
“Udah Reno, udah,” kata ibuku
Pelukan ku kepada ibuku semakin erat, tak ingin rasanya kulepaskan. Aku merasa baru kali ini aku meneteskan air mata menangisi kesalahanku pada ibuku. Air mata ini terus mengalir, sampai ibuku yang menghapus air mataku.
“Bu, ibu tadi buka puasa pakai apa,” akupun mencoba bertanya.
“Ibu buka puasa seperti biasa Reno, hanya ada air putih dan tadi ada dua buah pisang diberi tetangga, dan ibu sisakan satu untuk kamu, takut kamu datangnya lapar,” kata ibu
“Ya Allah, begitu mulianya hati ibu ku, dia selalu memkikirkan keadaanku, dia tau aku tak puasa, namun ia masih saja menyisakan  makanan untuk aku,” kataku dalam hati
Kutatapkan kembali mataku ke wajah ibuku, ibu yang penuh kasih dan sayang, penuh ketulusan, penuh dengan senyumnya yang indah. Walau aku juga tau ia sedang menyimpan begitu banyak kesedihan, ku perhatikan tatapan itu yang penuh arti. Ibu ku adalah orang yang paling setia dalam dunia ini,setia saat kapanpun masanya. Lalu kudekati ibuku dengan perlahan,kuambil tangannya lalu kucium.
Ibuku lalu memeluk tubuhku kedua kalinya dengan menangis terisak-isak, ibuku mendekapku erat sekali seakan-akan tubuhku begitu ringan untuknya. Akupun tak bisa berkata apa lagi,hanya lewat air mata kuungkapkan entah itu tangisku ataupun bahagiaku.
***
Pagi tu dunia terasa cerah dan sinar mentari pagi baru kurasakan hangatnya menyapa kulitku. Hari itu pertama kurasakan aku berpuasa setelah sekian lama aku tak pernah menjalankan kewajibanku. Hari-hariku yang kulalui terasa semakin membaik, kebiasaan burukku mulai kutinggalkan, aku juga tak pernah ngumpul sama teman-temanku lagi, biarlah mereka menganggapku apa aku tak mau peduli lagi. Hari demi hari kulalui dengan ibuku, aku tak pernah lagi membiarkan ibu sendiri, mulai dari sahur sampai berbuka aku selalu menemaninya, begitu juga dengan tarawih, aku selalu ikut dan pulang bersama ibuku. Aku merasakan dalam diriku merasa lebih tenang dan lebih tentram.
Malam itu malam lebaran, malam ini membuat ku beda sekali, lebaran yang lalu kulewati dengan pesta mabuk-mabukan. Namun, sekarang beda aku tak lagi seperti dulu, aku menjadi peneman ibuku yang setia. Aku membantu ibu menyiapkan kue untuk lebaran besok, aku juga pergi ke masjid untuk mengantar zakat.
Mendengar suara takbiran, air mataku menetes dengan sendirinya. Rasanya sangat berbeda sekali, suara takbir mengoyak hatiku yang lama beku, melembutkan hatiku yang dulu begitu keras, mengalirkan air mataku yang dulunya sangat keras untuk menyesali perbuatanku. Aku tak bisa menahan emosi tangis ku, warna-warni langit dihiasi lampu dengan indahnya. Kembang api dan suara takbir menambah indahnya suasana malam itu. Ingin rasanya malam ini mataku tak kupejamkan, aku ingin menikmati indahnya suasana lebaran dengan hati yang bersih. Jauh dari fikiran yang kotor dan perbuatan yang yang dilarang.
Matahari mulai menyinari ufuk timur, kubuka jendela rumah, suara takbir pun berkumandang dari segala penjuru. Banyak orang-orang mulai berjalan menuju masjid untuk melaksanakan sholat Id’. Ibu ku begitu juga, ia mengenakan baju warna putih ditambah mukena nya warnanya juga putih., ibu sangat senang, senyumnya pagi itu indah dan aku ingin selalu memandangi senyumanannya.
“Reno..ayo berangkat ke masjid,” Ajak ibuku kepadaku
Aku pun bergegas pergi. Sesampai dimesjid aku hanya terdiam mendengarkan khutbah. Terasa rindu dengan suasana ini, sejak aku dewasa aku baru ini menginjakkan kakiku untuk sholat Id, ayahku dulu merupakan seorang yang etrpandang didesaku. Aku ingat waktu aku kecil, ketika aku pergi sholat hari raya, ayahku selalu yang duduk didepan untuk berkhutbah, ia menjadi panutan orang-orang dikampung. Tiap hari pertama lebaran orang-orang bnayak berdatangan kerumahku, keluarga besarku juga selalu datang. Namun, ketika ku sudah dewasa, sanak keluarga jarang berkunjung, mungkin mereka berfikir tak ada lagi yang mau didatangi, hanya ibu sendiri sedangkan aku terlupa akan semua itu.
Semoga aku kan selalu menjadi anak yang berbakti pada ibuku….
Aku mencintaimu Ibu


0 comments:

Posting Komentar

 
close