“Dringngngng”
Tiba-tiba
Hp ku berdering, aku langsung bergegas menuju meja ruang tamu dimana aku
menyimpan Hp ku. Ku buka pesan yang baru saja masuk tersebut.
“No…
kamu lama banget ni, kami sudah ngumpul dan barang pesanan kita sudah nyampai,
malam ini kita pesta sampai pagi,” Pesan singkat dari temanku Aldy.
Aku
langsung berkemas, aku hari itu menggunakan kemeja hitam dan celana jeans tak
lupa juga jam tangan pemberian dari almarhum Ayahku dan jaket kulitku yang
selalu menempel setiap hari menjadi penghangat setiap malam saat aku bergadang
maupun lagi pesta bersama kawan-kawanku.
Tiba-tiba ibu
menghampiriku dan bertanya.
“Reno,
mau kemana kamu malam ini ? Tanya ibuku.
“Aku
mau ngumpul dengan teman-teman di Warkop Bu,” jawabku singkat sambil mengikat
tali sepatu.
“Reno..inikan
bulan puasa, kamu beberapa hari ini tak puasa, malam nya juga kamu tidak
terawih. Apa kamu lupa pesan Almarhum Ayahmu ?” Tanya Ibuku Sambil menoleh
kewajahku.
Aku hanya
terdiam sejenak, aku tak langsung menjawab kata-kata ibu itu.
“Bu,
Reno cuma mau ngumpul aja, Masalah puasa dan terawih itu bu, kan masih ada
esok. Bulan ramadhan ini masih panjang kok bu,” Jawabku kepada Ibuku.
Ibuku
hanya menggelengkan kepala melihat sikapku saat itu, tanpa aku menunggu lama
didepan pintu jemputanku pun datang. Dia Anto teman satu kompleks dengan
rumahku, rumahnya juga tidak jauh dari rumahku.
“Bu, aku
berangkat dulu,” kataku kepada ibu ku.
Kami
pun langsung bergegas menuju tempat tujuan. Dalam perjalanan aku tak pernah
berfikir rasa bersalah sedikitpun kepada ibuku. Aku pergi buru-buru tak mencium tangannya. Saat itu aku memang
lupa, tak seperti dulu lagi sebelum aku pergi aku selalu mencium tangannya dan
selalu mengucapkan salam.
Tempat
tujuan kami pun sampai, terlihat dari luar banyak motor yang sedang parkir.
Suara didalam pun terdengar begitu ramai, aku dan Anto langsung masuk menuju
ruangan tempat biasa kami berpesta.
“Hallo
bro, “ Sapa Aldy kepadaku
“Hallo
juga,” Kataku sambil bersalaman dengan gaya kami.
“Kemana
aja kalian, jam segini baru sampai,” Tanya Aldy kepadaku.
“Biasa
bro, jalan sini macet terus,” Jawabku singkat
Sementara
teman-teman yang lain lagi sibuk menyiapkan minuman. Memang malam itu malam
yang bagiku sangat indah dimana kami semua bisa kumpul. Mereka semua adalah
teman-temanku waktu aku SMA dulu yang sekarang sudah banyak yang kerja dan
mereka juga sekarang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Jadi kami ngumpul
hanya waktu tertentu, kecuali kami berlima hampir setiap malam ketemu dan ngumpul
bareng, ya dia adalah Aldy, Anto, Roy dan Anton.
Malam
itu sudah menunjukkan pukul 22.00 kami masih saja minum dan memakai obat
terlarang, karena kami anggap cara ini adalah cara yang tepat untuk mempererat
pertemanan kami. Kami semua terlarut dalam rayuan dunia, masing-masing kami
dengan caranya. Ada yang teler, ada yang muntah dan ada juga yang mabuk berat.
Aku saat itu masih terkontrol, tapi mulutku masih saja mau minum hingga rasa
mabuk beratpun kurasakan.
Malam
itu aku tak pulang kerumah, karena aku mabuk berat. Begitu juga dengan Anto dia
juga ikut mabuk berat bersama tiga temanku yang lain. Jam menunjukkan pukul 18.00
sore, pada saat itulah aku baru sadar dari mabuk semalaman. Kulihat
disekelilingku, semua sudah pada sepi. Sampah kulit kacang dan botol-botol
berserakan, begitu juga dengan obat dan jarum suntik, masih tergeletak diatas
meja samping Aldy tidur.
“Astaga,”
Kataku dalam hati sambil melihat jam ditangaku.
Aku
lupa bahwa jam 15.00 sore tadi aku ada janji sama ibuku untuk menemankannya
belanja kue untuk berbuka puasa. Ibu ku memang dari dari beberapa hari yang
lalu ingin makan kue itu. Hanya saja aku bilang kalau aku tidak sempat
menemankannya, dan aku janji pada hari ini aku akan menyempatkan diri untuk
menemaninya, padahal ibuku dari hari ketiga puasa ia ingin sekali makan kue
khas Melayu yang ada dijual daerah pasar tengah Singkawang. Entah apa yang
membuat aku merasa bersalah saat itu, ingin ku pecahkan kepalaku Manahan
emosiku.
“Anto,
bangunlah antar aku pulang. Udah maghrib ni,” Kata ku membangunkan Anto sambil
menggoyang badannya.
Namun,
Anto tak juga terbangun dari mabuk nya, hingga aku harus pulang sendiri dengan
jalan kaki. Ditengah perjalanan aku banyak bertemu dengan orang-orang yang mau
pergi kemesjid, ada juga anak-anak yang sangat gembira berlari sambil bermain
kembang api. Aku teringat dengan masa kecilku dulu, aku ingat waktu dulu aku
selalu dimanjakan Ayahku,selalu dipenuhi apapun yang menjadi pintaku.
Kakak-kakakku juga begitu, mereka selalu membantuku, mengajarkan aku sholat dan
mengaji. Tapi kini, entah berapa kali ramadhan yang aku lupakan, aku tak pernah
puasa, aku juga tak pernah ikut sholat tarawih. Aku setiap malamnya hanya
senang-senang, dan menghabiskan uang beratus ribu hanya dengan sekejap, hanya
untuk mabuk-mabukan.
Aku
semakin terdesak, mataku tertuju pada satu orang lelaki tua yang menggunakan
tongkat menuju masjid. Alangkah hina nya rasanya aku, aku selalu lupa dengan
nikmat Tuhan, nikmat sehat yang kurasakan sekarang. Aku semakin memacu
langkahku, ingin rasanya aku cepat sampai dirumahku.
Rasa
capek. letih dan rasa mabuk masih kurasakan,tetapi aku terus berusaha untuk
melawannya. Sesampai dirumah aku langsung mencari ibuku, ternyata ibuku juga
tak ada, mungkin ibu sedang terawih fikirku dalam hati.
Aku
bergegas menuju meja makan, aku melihat yang ada dimeja makan hanya ada segelas
air putih dan juga ada satu buah pisang. Aku merasa iba sekali melihat hal itu,
tak ku rasakan air mataku menetes sendiri melihat itu. Entah apa yang mengetuk
hatiku.
“Ya
Allah, Apa yang telah kuperbuat,” Bisikku dalam hati
Aku
baru tau bahwa ibuku berbuka hanya dengan air putih dan pisang. Begitu teganya
aku sebagai anak hingga lupa dengan ibuku. Aku memang benar rasa bersalah dan
berdosa pada ibuku.
Tiba-tiba
dari luar rumah ada yang mengucapkan salam.
“Assalamualaikum,”
Kata seseorang dari luar
Aku
langsung bergegas menuju kedepan pintu untuk membukakan pintu, ternyata ibu ku
datang dari sholat. Aku langsung menangis melihat ibuku, tetesan air mataku tak
dapat kutahan lagi. Aku menangis terisak didepan ibuku.
“Bu,
aku minta maaf,” Kataku sambil menangis
Ibu
hanya tersenyum mengangkat daguku sambil menatapi wajahku, sepertinya banyak
yang ingin ia katakana kepadaku saat itu. Matanya yang menampakkan cahaya mulai
berbinar-binar meneteskan air mata secara pelan-pelan. Tetes demi tetes air
mata itu terkucur juga, air mata itu terus mengalir membasahi pelipis matanya
dan air mata itu juga turun mengalir membasahi pipinya, suaranya bercampur
dengan air matanya. Tangis nya baru pertama kali ini membasahi tanganku, aku
memang tak pernah mendekap ibuku. Tangan ku dengan lembut mengusap dan menyapu
air mata yang mengalir membasahi pipinya.
“Ibu,
sudah maafin kamu No,” kata ibuku sambil menangis
“Ibu
tak pernah menyimpan dendam sama kamu, ibu selau mendoakan kamu semoga kamu
sadar akan tingkah lakumu. Ibu ikhlas setiap hari hanya sendiri, sedangkan kamu
sibuk dan selalu berpesta dengan teman-temanmu. Dan ibu juga tau kamu sering
mabuk dan memakai obat terlarang, namun ibu tak berani, ibu takut kamu marah.
Ibu sayang sama kamu, Reno, “ Sambung Ibuku sambil menatap kewajahku.
“Bu,
Maafkan Reno, ampuni Reno bu,” kataku sambil memeluk erat tubuh ibuku.
“Udah
Reno, udah,” kata ibuku
Pelukan
ku kepada ibuku semakin erat, tak ingin rasanya kulepaskan. Aku merasa baru
kali ini aku meneteskan air mata menangisi kesalahanku pada ibuku. Air mata ini
terus mengalir, sampai ibuku yang menghapus air mataku.
“Bu,
ibu tadi buka puasa pakai apa,” akupun mencoba bertanya.
“Ibu
buka puasa seperti biasa Reno, hanya ada air putih dan tadi ada dua buah pisang
diberi tetangga, dan ibu sisakan satu untuk kamu, takut kamu datangnya lapar,”
kata ibu
“Ya
Allah, begitu mulianya hati ibu ku, dia selalu memkikirkan keadaanku, dia tau
aku tak puasa, namun ia masih saja menyisakan
makanan untuk aku,” kataku dalam hati
Kutatapkan kembali mataku ke wajah ibuku, ibu yang penuh kasih dan sayang, penuh ketulusan, penuh dengan senyumnya yang indah.
Walau aku juga tau ia sedang menyimpan begitu banyak kesedihan, ku perhatikan
tatapan itu yang penuh arti. Ibu ku adalah orang yang paling setia dalam dunia
ini,setia saat kapanpun masanya. Lalu kudekati ibuku dengan perlahan,kuambil
tangannya lalu kucium.
Ibuku lalu memeluk tubuhku kedua kalinya
dengan menangis terisak-isak,
ibuku mendekapku erat sekali seakan-akan tubuhku begitu ringan untuknya. Akupun
tak bisa berkata apa lagi,hanya lewat air mata kuungkapkan entah itu tangisku
ataupun bahagiaku.
***
Pagi tu dunia terasa cerah dan
sinar mentari pagi baru kurasakan hangatnya menyapa kulitku. Hari itu pertama
kurasakan aku berpuasa setelah sekian lama aku tak pernah menjalankan
kewajibanku. Hari-hariku yang kulalui terasa semakin membaik, kebiasaan burukku
mulai kutinggalkan, aku juga tak pernah ngumpul sama teman-temanku lagi,
biarlah mereka menganggapku apa aku tak mau peduli lagi. Hari demi hari kulalui
dengan ibuku, aku tak pernah lagi membiarkan ibu sendiri, mulai dari sahur
sampai berbuka aku selalu menemaninya, begitu juga dengan tarawih, aku selalu
ikut dan pulang bersama ibuku. Aku merasakan dalam diriku merasa lebih tenang
dan lebih tentram.
Malam itu malam lebaran, malam ini
membuat ku beda sekali, lebaran yang lalu kulewati dengan pesta mabuk-mabukan.
Namun, sekarang beda aku tak lagi seperti dulu, aku menjadi peneman ibuku yang
setia. Aku membantu ibu menyiapkan kue untuk lebaran besok, aku juga pergi ke
masjid untuk mengantar zakat.
Mendengar suara takbiran, air
mataku menetes dengan sendirinya. Rasanya sangat berbeda sekali, suara takbir
mengoyak hatiku yang lama beku, melembutkan hatiku yang dulu begitu keras,
mengalirkan air mataku yang dulunya sangat keras untuk menyesali perbuatanku.
Aku tak bisa menahan emosi tangis ku, warna-warni langit dihiasi lampu dengan
indahnya. Kembang api dan suara takbir menambah indahnya suasana malam itu.
Ingin rasanya malam ini mataku tak kupejamkan, aku ingin menikmati indahnya
suasana lebaran dengan hati yang bersih. Jauh dari fikiran yang kotor dan perbuatan
yang yang dilarang.
Matahari mulai menyinari ufuk
timur, kubuka jendela rumah, suara takbir pun berkumandang dari segala penjuru.
Banyak orang-orang mulai berjalan menuju masjid untuk melaksanakan sholat Id’.
Ibu ku begitu juga, ia mengenakan baju warna putih ditambah mukena nya warnanya
juga putih., ibu sangat senang, senyumnya pagi itu indah dan aku ingin selalu
memandangi senyumanannya.
“Reno..ayo berangkat ke masjid,”
Ajak ibuku kepadaku
Aku pun bergegas pergi. Sesampai
dimesjid aku hanya terdiam mendengarkan khutbah. Terasa rindu dengan suasana
ini, sejak aku dewasa aku baru ini menginjakkan kakiku untuk sholat Id, ayahku
dulu merupakan seorang yang etrpandang didesaku. Aku ingat waktu aku kecil,
ketika aku pergi sholat hari raya, ayahku selalu yang duduk didepan untuk
berkhutbah, ia menjadi panutan orang-orang dikampung. Tiap hari pertama lebaran
orang-orang bnayak berdatangan kerumahku, keluarga besarku juga selalu datang.
Namun, ketika ku sudah dewasa, sanak keluarga jarang berkunjung, mungkin mereka
berfikir tak ada lagi yang mau didatangi, hanya ibu sendiri sedangkan aku
terlupa akan semua itu.
Semoga aku kan selalu menjadi anak
yang berbakti pada ibuku….
Aku mencintaimu Ibu
0 comments:
Posting Komentar