Angin pantai menghembus ku dengan perlahan, tatapan mataku
memandang lepas kearah kapal-kapal yang berjajar ditepi dermaga. Aku masih
teringat kejadian ditempat ini beberapa waktu lalu. Dalam hatiku yang terdalam
masih membayangkan kisah cinta yang pernah terjadi disudut pantai ini. Saat
cinta bersemi dan saat cinta tumbuh ditempat ini. Namun, cinta juga berakhir
pupus dipantai ini. Terdengar ditelingaku dari kejauhan suara nyanyian yang
memang nyanyian itu mengungkapkan perasaanku saat ini, lagu itu adalah lagu
“Hingga akhir waktu”. Aku pun menatap disekelilingku dan aku bertanya sendiri
dalam hati, siapa yang memutar lagu itu. Sejenak kuheningkan waktu untuk
mencari arah sumber dari lagu itu, ternyata lagu itu berasal dari warung sebelah
kiriku tak jauh dari aku duduk bersandar.
“Lagu itu hanya membuat aku terluka, mengingat akan kisah pahitku
beberapa waktu lalu”. bisik dalam hatiku.
.jpg)
Malam itu merupakan malam pertama kegiatan Bakti Sosial di pantai
Pasir Panjang Indah Singkawang. Aku ditunjuk sebagai moderator dalam acara
itu,dan memang acara ini dari Fakultas kami,tapi telah mendapatkan izin dari
Universitas. Kebetulan peserta Bakti Sosial itu diikuti oleh beberapa SMA
Negeri yang ada di Kota Singkawang. Pertamanya aku tidak setuju ditunjuk
sebagai moderator dalam acara itu karena dalam fikiranku aku hanyalah Mahasiswa
baru di Fakultas Hukum. Namun, memang begitu kenyataannya aku harus siap mengemban
tugas ini, karena saat ini tugas itulah yang diberikan kepadaku.
Di Pantai Pasir Panjang ini, bukan yang pertama aku menginjakkan
kakiku. Sejak dari SMA aku juga sudah sering ikut kegiatan seperti ini,terutama
aku sering ikut Pramuka. Tapi sekarang yang membuat semuanya berbeda adalah aku
bukan menjadi peserta lagi dan aku juga bukan menjadi siswa seperti dulu lagi.
Namun, sekarang aku menjadi seorang moderator yang memandu beberapa acara dalam
bakti sosial ini dan juga aku sekarang telah menjadi seorang mahasiswa, dengan
almamater yang selalu kubanggakan.
***
Pagi itu mataku benar-benar masih mengantuk, tapi aku tahu aku
harus melaksanakan tugasku sebagai seorang moderator. Tiba-tiba mataku melotot
menatap seorang peserta dari kejauhan, yang mukanya tampak begitu jelas.
“Astaga.... dia... dia...” hatiku menggumam
Aku tak percaya dengan apa yang kulihat, matanya, hidungnya, dan
tubuhnya mengingatkanku akan seseorang. Seseorang yang dua bulan lalu telah
jauh pergi meninggalkanku, yang mengukir sejuta kecewa, hancur dan sampai saat
ini belum bisa untukku melupakannya. Dia pun semakin mendekatiku.
“selamat pagi kakak ? dia menyapaku persis dihapanku
Aku tak langsung menjawab, hatiku masih bertanya-tanya sendiri.
Hingga dia pun harus menyapaku untuk yang kedua kalinya.
“Selamat pagi kakak ? sapanya
“iya. Pagi juga “ jawabku pelan.
Aku semakin gugup dibuatnya, hatiku semakin tak menentu karena
wajahnya mirip sekali dengan Rangga. Rangga adalah seorang laki-laki yang dulu
sangat kucinta, yang kini telah pergi meninggalkanku.
Aku semakin tak mampu untuk berkata, saat dia menatapku dengan
penuh perhatian.
“Kenapa kamu menatapku seperti itu ?” tanyaku
“owh...tidak apa-apa kok kak, aku Cuma heran aja kenapa kakak
kelihatan ketakutan begitu” jawabnya
“ ih kamu ini ya, sok tau banget tentang aku. Bilang ketakutan
pula “ aku sedikit emosi mendengar jawanbannya yang seperti itu. Aku pun
tertunduk diam,dan kulihat jam ditanganku sudah menunjukkan pukul 08.00.
“O iya kak. Namaku Reno “ sambil dia mengulurkan tangannya
kearahku.
Aku tak langsung menjawabnya, dan aku juga tak bilang kalau namaku
Fitria. Aku hanya diam sambil melihatnya. Kemudian dia pun melangkah pergi dari
hadapanku. Aku semakin tak yakin dengan apa yang kulihat dan yang aku rasakan
sekarang. Memang wajahnya sedikit menghibur rasa rinduku kepada Rangga,tapi
wajahnya juga membuat aku benci dengan Rangga yang semau hatinya
meninggalkanku. Yang membuat sakit hati yang belum hilang sampai saat ini.
Sekarang dengan kehadiran Reno dihadapanku,semulanya aku ingin segera cepat
untuk melupakan Rangga malah aku semakin memikirkan dia.
“Rangga... Rangga.. Rangga. Itukah kamu “ bisikku dalam hati.
***
Hari pun semakin siang, selesai memandu acara debat Lingkungan
Hidup. Aku langsung melangkahkan kakiku menuju sudut pantai untuk sejenak
menenangkan fikiranku yang bimbang saat ini. Namun, aku masih saja memikirkan
hal itu. Hatiku terus bertanya-tanya tentang siapa Reno..
“Kakak kok bengong” tiba-tiba suara Reno membuyarkan lamunanku.
“Kamu”. Jawabku agak terkejut.
“jangan salah maksud dulu kak, aku kesini hanya untuk membawakan
kakak makan siang, ini titipan dari teman kakak karena katanya kakak belum
makan siang “. Jawab nya sambil tersenyum dihadapanku.
“sok perhatian kamu,” jawabku sedikit tersipu.
“bukan begitu kak, aku hanya menyampaikan amanah lho. Apa aku
salah kak ? katanya sambil memberikan nasi kepadaku.
“ya udah makasih ya, udah ngantarin nasi ke aku” kataku sambil
membuka bungkus nasi.
“makanya kak jadi orang jangan mudah emosi, sekarang aku pinta
kakak harus senyum “ kata Reno sambil memegang bibirnya.
Aku pun tersenyum dihadapannya.
Sekarang aku merasa sedikit terhibur dengan kehadirannya saat ini
padaku, dalam hatiku sedikit merasa tenang dan akupun mulai memikirkan hal yang
baru. Reno pun duduk disampingku, kulihat dia selalu memperhatikanku tapi
ketika aku menoleh kearahnya seolah-olah ia tak pernah melakukan itu. Aku hanya
tersenyum sendiri melihat tingkahnya. Dalam hatiku yang terdalam masih saja
muncul ingatan tentang Rangga, padahal sekuat hatiku ingin sekali melupakannya.
Wajah Reno yang persis sama dengan wajah Rangga,membuat aku selalu teringat
akan Rangga walaupun Reno sekarang ada disampingku.
“ ah itu Reno bukan Rangga”, kata ku dalam hati.
Kucoba untuk melawan hatiku, sedikit menutup ingatanku tentang
Rangga. Namun, ingatan itu masih selalu tertuju padanya. Tiba-tiba Reno pun
menyanyikan lagu yang membuatku sedikit naik darah
“Takkan pernah ada yang lain disisiku, segenap jiwa hanya
untukmu,”
“cukup,” suaraku dengan nada lantang.
“kenapa kakak, aku hanya ingin menghibur kakak yang kelihatannya
melamun terus,” kata Reno dengan muka sedikit kaget mendengar suaraku.
“jangan nyanyikan lagu itu, aku pusing mendengar lagu itu, aku
benci lagu itu. Reno kamu harus pergi keruangan sana biarkan aku sendiri
disini,” kataku agak sedikit emosi kepada Reno.
Kemudian Reno pun pergi meninggalkan ku dari tempat itu, aku
memegang kepalaku sendiri sambil tersandar di bebatuan. Dalam fikiran ku
semakin tak menentu, aku telah berbuat salah pada Reno. Seharusnya aku tak
sekasar itu padanya. Aku tak ada maksud harus marah kepadanya apalagi harus
mengusirnya seperti itu. Aku semakin bingung dengan diriku sendiri, hingga aku
pun malu kepadanya dengan perbuatanku seperti itu.
***
Malam kedua pun tiba dan malam itu juga merupakan malam terakhir di Pasir Panjang.
Dengan dipenuhi bintang dan cahaya bulan yang terang, malam itu diadakan pentas
seni untuk semua peserta yang telah dibagi kelompoknya. Dengan semangat, setiap
kelompok menampilkan kan atraksi seni yang terbaik. Malam itu memang terasa
ramai sekali, apalagi dengan adanya api unggun ditepi pantai menjadikan
pemandangan yang indah. Namun, tidak bagiku yang sedang dilanda kebimbangan
pada malam itu.
Aku hanya duduk sendiri diatas kursi dibawah pohon akasia yang
redup hingga cahaya bulan tak kelihatan olehku. Aku merasakan selama ada di
Pantai ini bagaikan berada dalam kegaulauan, karena tempat inilah yang membuat
aku merasakan sakit hati yang panjang. Penyesalan ikut kegiatan ini juga pernah
terbesit difikirku, tapi apa mau dikatakan lagi sekarang tidak ada guna untuk
kata menyesal. Namun, yang ada aku harus menciptakan hari-hariku disini lebih
indah dari pada waktu kemarin aku disini.
“kakak kenapa menyendiri disini, ditempat sepi lagi,” tiba-tiba
Reno menyapaku dari belakangku.
Sedikit kuingat kejadian tadi siang, saat aku marah padanya. Tapi
karena dia yang datang padaku jadi akupun menyambutnya dengan senang hati.
“ aku tak kenapa kok Ren, aku hanya mencari tempat sunyi aja biar
aku bisa sdikit tenang”, jawabku sambil menggeser tempat dudukku.
Kemudian Reno pun duduk disampingku, malam itu dia menggunakan
jaket hitam.
“aku mau minta maaf atas kejadian tadi siang Ren, asal kamu tahu
aja aku tak bermaksud untuk mengusirmu seperti itu,” kataku sambil menatap
kearah wajah Reno.
“udahlah kak, jangan bahas itu lagi semuanya udah ku maafkan kok.
Aku mengerti perasaan kakak tadi, jadi semua itu tak masalah bagiku. Yang
penting malam ini aku bisa melihat senyum manis dari wajah cantik kakak,” kata
Reno sambil tersenyum.
“udah ah jangan melebai gitu muji nya Ren,” kataku sambil tersipu
malu.
“ benar kak, seandainya malam ini adalah malam dimana setiap
manusia diberi waktu untuk meminta sesuatu dan tepat malam ini juga semuanya
akan dikabulkan, aku akan meminta pada malam bahwa aku ingin menjadi teman
kakak untuk selamanya, agar hadirku dapat memberikan warna, menjadi segala
curahan hati kakak dan aku ingin menjadi yang terakhir dalam perjalanan cinta
kakak,” katanya sambil menatapku.
“ ah jangan gombal gitu Ren, mana mungkin ada malam seperti yang
kamu maksud itu,” kataku.
“ benar kak,karena hanya malam yang mampu mengerti. Betapa aku
mengagumi kakak sejak pertama melihat kakak kemarin lho,” jawabnya singkat.
“astaga, udah ah menggombalnya, lagi pula kamu juga harus tahu
Reno kita itu beda, aku ini udah kuliah sedangkan kamu baru kelas satu SMA.
Nggak malu kah kamu pacaran sama orang yang lebih tua dari kamu,” jawabku agar
meyakinkan Reno.
“tapi kak, yang namanya cinta itu tak pernah mengenal kasta, tak
pernah mengenal umur, tak pernah mengenal status, tak membedakan segalanya.
Bila sudah cinta semua itu dapat dipatahkan, yang kakak ucapkan itu bukan
alasan agar cinta tak menyatu kak,” jawabnya serius.
Kemudian aku pun terdiam, Reno hanya dapat menatapku heran.
Mungkin dalam hatinya bertanya-tanya mengapa aku tak menjawab ucapan nya yang
tadi.
“ ih dasar anak SMA, sukanya merayu, menggombal. Emang aku ini
anak SMA apa bisa digombalin kayak gitu,” bisikku dalam hati.
Kami pun terdiam tak ada yang mau mulai bicara duluan, memang
kelihatan sekali kalau Reno itu benar-benar menyukaiku. Malam pun semakin
larut, hingga aku dan Reno pun harus meninggalkan tempat itu.
***
Mentari pun tiba menyinari pantai, pagi itu merupakan hari
terakhir berada di Pantai itu karena keberangkatan pulang pun sudah siap.
Seluruh peserta yang ikut dalam kegiatan perkemahan, pagi itu semuanya sudah
mengemaskan barang-barang mereka. Tenda-tenda yang semulanya berdiri kini
semuanya sudah di rapikan. Aku pun begitu juga, aku pun ikut mengemaskan semua
barang-barangku. Tiba-tiba aku terkejut melihat secarik kertas yang menempel ditasku,
tertulis dengan spidol berwarna hitam diatas kertas warna putih. Kertas itu
bertuliskan “ aku cinta kamu kak, apapun
kata kakak tadi malam aku tak pernah peduli. Yang penting aku bisa memiliki
kakak dan bisa menjaga kakak selamanya”. Aku tersenyum sendiri membaca
tulisan itu, ternyata apa yang kubayangkan memang benar adanya. Reno memang
benar-benar menyukaiku. Kemudian aku pun berlari mencari Reno.
“Reno.......Reno”, teriakku dari kejauhan.
Aku sejenak menghentikan langkahku, kulihat disekelilingku seluruh
peserta yang sudah siap mau berangkat pulang memperhatikanku dengan heran. Aku
menjadi sedikit malu, kemudian akupun melanjutkan langkah kakiku untuk mencari
Reno. Aku langsung menuju tepi pantai, kulihat dari jauh Reno sedang duduk
sendiri.
“Reno. Coba kamu ungkapkan seluruh perasaanmu kepadaku”, tanyaku
dengan nafas yang tak menentu karena habis berlari.
“aku suka dengan kakak, aku benar-benar tulus dengan semuanya kak.
Apa yang kutulis dikertas itu, itu adalah seluruh perasaanku kak”, jawabnya.
“Reno.. kita tak mungkin bisa menyatu, kita beda, kita berbeda
Reno,” jawabku untuk meyakinku tentang hatinya.
“ aku tak pernah peduli dengan semua itu, aku yakin semuanya bisa,
dengan cinta semuanya akan terjadi kakak”, jawab Reno sambil mendekatiku.
Aku hanya terdiam memperhatikan wajah Reno, yang disebalik wajah
itu ada sebuah keseriusan.
“ aku tak bisa, aku tak bisa Reno”, jawabku pelan-pelan.
Reno pun melangkahkan kakinya dengan menjauhiku, aku tau perasaan
Reno. Perasaannya pasti sedikit hancur dengan mendengar jawabanku yang seperti
itu. Reno semakin jauh melangkahkan kakinya, memang aku sedikit ragu dengannya,
aku takut dia mempermainkan aku. Aku juga takut kalau cintanya hanya sesaat
untuk aku. Ku hadapkan mukaku kelangit, untuk mencari jawaban semuanya. Memang
dalam hatiku aku juga menyukainya. Dialah yang menjadi temanku saat aku
disini,menjadi semangatku dan dia juga selalu ada untukku. Kupalingkan mukaku
kearah langkah kaki Reno.
“ Renoooooo... Aku juga mencintaimu,” teriakku dri kejauhan.
Reno pun berbalik arah dengan berlari menghampiriku. Pelan-pelan
dia pun semakin dekat denganku.
“benar kakak juga mencintaiku dan mau menerima cintaku”. Tanya
Reno sambil menghadapkan mukanya kearahku.
“ ya Reno, aku juga mencintaimu tapi cintaku padamu hanya sebatas
adik saja”. jawabku sambil menatap Reno.
“ kakak jangan bercanda kak, aku serius dengan semua ini kak”.
Reno
pun memalingkan mukanya kearah pantai.
“ aku tahu Reno kamu itu serius, tapi aku juga tahu rasa cintamu
dan sayangmu kepadaku hanya sebatas kagum. Bukan cinta sebenarnya. Aku
merasakan hal itu Reno”. Akupun meyakinkan akan hatinya untukku.
“ah,,, itu hanya alasan kakak aja untuk menolakku”. Reno pun
melangkahkan kakinya untuk pergi dari hadapanku untuk yang kedua kalinya.
Aku semakin merasa tak menentu dengan berada pada posisi seperti
ini. Reno mencintaiku, sedangkan jika aku paksakan untuk bersama Reno tak
mungkin kebahagiaan kan didapat sedangkan dalam fikiranku masih terbayang
selalu tentang Rangga. Karena bagiku Ranggalah cinta sejatiku.
“Maaf
kan aku Reno”.
0 comments:
Posting Komentar